Minggu, 01 November 2009

aspek-aspek pendidikan islam

ASPEK-ASPEK PENDIDIKAN ISLAM






















Disusun oleh:
1. Maulidah Rahmawati
2. Melia Lusi Apriyani
3. Luh Ayu Nur Rochmah


JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
SURAKARTA
2009

BAB I
PENDAHULUAN

Sebelum kita membahas aspek pendidikan kita perlu tahu arti dari belajar. Belajar menurut Reber ysng dikutip oleh Muhibbin Syah, M.Ed ada dua macam definisi, yaitu pertama belajar adalah the proses of acquiring knowledge artinya belajar adalah proses memperoleh pengetahuan. Kedua, belajar adalah a relatively permanent change in respons potentially whice occurs as a result of reinforced practice. Artinya belajar adalah suatu perubahan kemampuan bereaksi yang relative langgeng sebagai hasil latihan yang diperkuat.
Dalam islam urgensi belajar (menuntut ilmu) disebutkan dalam Al dur’an surat At Taubah:122, yang artinya “… mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan diantara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka apabila mereka telah kembali kepada-Nya, supaya mereka dapat menjaga dirinya.”
Untuk engindikasikan apakah kegiatan belajar mengajar itu berhasil bias dilihat dari 3 aspek yaitu aspek aqidah (aspek kognitif), aspek ibadah (psikomotor), dan aspek akhlak(afeltif). Hal tersebut akan dibahas pada bab selanjutnya.

















BAB II
ASPEK-ASPEK PENDIDIKAN ISLAM

A. Aspek-Aspek Pendidikan Islam
Aspek pendidikan islam ada 3 macam yaitu aspek ibadah, aspek aqidah dan aspek akhlak
1. Aspek Aqidah
Dalam dunia pendidikan aspek aqidah sering disebut dengan aspek kognitif. Muhibbin Syah menatakan (“Psikologi Belajar”.2003.22) Istilah cognitive berasal dari kata cognition yang padanannya knowing, berarti berarti mengetahui. Muhaimin mendefinisikan kata aqidah dalam bukunya (Wacana Pengembangan Pendidikan Islam. 2004. 305-306), Kata “aqidah” berasal dari bahasa Arab, yang berarti: “ma ‘uqida ‘alaihi wa al-dlamir”, yakni sesuatu yang ditetapkan atau yang diyakini oleh hati dan perasaan (hati nurani); dan berarti “ma tadayyana bihi al-insan wa i’taqadahu”, yakni sesuatu yang dipegangi dan diyakini (kebenarannya) oleh manusia. Dengan demikian secara etimologis, aqidah berarti kepercayaan atau keyakinan yang benar-benar menetap dan melekat di hati manusia.
Dalam arti luas, cognition (kognisi) ialah memperoleh, penataan dan penggunaan pengetahuan. Disebutkan pula, ranah psikologi siswa yang terpenting adalah ranah kognitif. Ranah kejiwaan yang berkedudukan pada otak ini, pada perspektif psikologi, kognitif adalah sumber sekaligus sumber ranah-ranah kejiwaan lainnya, yakni ranah afektif (rasa) dan ranah psikomotor (karsa). (“Psikologi Belajar”.2003.48) dijelaskan pula pada halamn selanjutnya, “upaya pengembangan fungsi ranah kognitif sendiri melainkan juga dalam ranah afektif dan psikomotor” (Psikologi Belajar.2003.51). jadi dapat disimpulkan bahwa aspek aqidah sangat penting karena aspek aqidah sangat mempengaruhi aspek ibadah (afektif) dan aspek akhlak (psikomotor).
Menurut Piaget yang dikutip oleh Drs. Muhaimin (Paradigma Pendidikan Islam.2002.199), membagi proses belajar menjadi tiga tahapan, yaitu asimilasi, akomodasi dan equilibrasi. Dijelaskan pula, asimilasi adalah proses penyatuan (pengitegrasian) informasi baru ke struktur kognisi.


2. Aspek Akhlak
Dalam dunia pendidikan aspek akhlak sering disebut aspek afektif. Muhimin mendefinisikan akhlak (Wacana Pengembangan Pendidikan Islam. 2003.306), kata “akhlak” (bahasa arab) merupakan bentuk jamak dari kata “khuluq”, yang brarti tabiat, budi pekerti,kebiasaan. Jadi bila kita berbicara tentang afektif, maka kita berbicara tentang sikap dan nilai siswa. Muhibbin Syah (Psikologi Belajar.2003.53) mengatakan keberhasilan pengembangan ranah kognitif tidak hanya akan membuahkan kecakapan kognitif tetapi juga menghasilkan kecakapan ranah afektif. Ia juga mengatakan keberhasilan pengembangan ranah kognitif juga akan berdampak positif terhadap perkembangan ranah afektif. Peningkatan kecakapan afektif ini antara lain, berupa kesadaran beragama yang mantap. Dampak positif lainnya inilah dimilikinya sikap mental keagamaan ysng lebih tegas dan lugas sesuai dengan tuntunan ajaran agama yang telah diilhami dan diyakini secara mendalam.
Dalam Al Qur’an surat Luqman ayat 12-15 menjelaskan tentang tujuan dari pendidikan islam, dalam aspek aqidah yang diterangkan dalam buku Ilmu Pendidikan Islam karya Dra. Hj. Nur Uhbiyati (Ilmu Pendidikan Islam.2005.152) yaitu keyakinan agama, kesadaran moral dan tanggung jawab sosial
a. keyakinan agama
dalam menanamkan keyakinan agama, pesan luqman menekan 3 aspek penting, yaitu:
1) keyakinan tauhid yang sebersih-bersihnya
2) kesadaran akan kemakhlukan kita yang wajib menyukuri segala karunia Tuhan
3) kesadaran bahwa segala gerak gerik kita yang nampak maupun yang tersembunyi tidak lepas dari pengetahuan dan pengawasan Tuhan.
Untuk menumbuhkan, memupuk dan memantapkan keyakinan agama itu, Luqman berpesan kepada anaknya agar mendirikan sholat. Ini berarti melaksanakan ibadah harus dibiasakan semenjak kecil.
Dari kutipan diatas bisa disimpulkan bahwa aspek aqidah sangat mempengaruhi aspek akhlak. Bila diaplikasikan dalam dunia pendidikan yaitu dengan menanamkan pengetahuan (aspek aqidah) maka peserta didik dapat mengerti tentang bagaimana ia menilai suatu perbuatan disekitarnya (aspek akhlak).
b. kesadaran moral
perkembangan kesadaran moral dalam diri anak, sebagaimana dicontohkan oleh Luqman, berpangkal kepada kemampuan membedakan antara yang makruf, yakni hal-hal yang tidak bertetangan dengan nilai-nilai agama dan nilai-nilai moral dan yang mungkar yakni hal-hal yang mengganggu dan menimbulkan kerusakan pada kehidupan manusia.
c. tanggung jawab sosial
Nana Sudjana ( Ilmu Pendidikan Islam. 2005.153.) mengatakan Tanggung jawab social dapat diwujudkan sikap:
1. berbuat baik dan hormat epada orang lain, lebih-lebih mereka yang berjasa kepada kita seperti orang tua kita sendiri.
2. bergaul dengan baik walaupun dengan orang yang berbeda keyakinan dengan kita
3. tidak berlagak, sombong dan angkuh kepada orang lain.
Setelah dibahas tujuan mengapa kita harus menanamkam aspek akhlak, pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana memananmkan aspek tersebut pada diri peserta didik. Dr. Asma Hasan Fahmi mengemukakan cara-cara pendidikan Akhlak yang dikutip oleh Dra. Hj. Nur Uhbiyati (Ilmu Pendidikan Islam.2005.153), adalah sebagai berikut:
1. memberi petunjuk dan pendekatan dengan cara menerangkan mana yang baik dan mana yang buruk, menghafal syair-syair, cerita-cerita dan nasihat-nasihat yang baik, menganjurkan untuk melakukan budi pekerti yang baik dan akhlak yang mulia. Selain itu ketika peserta didik melakukan kesalahan, pendidik harus mengingatkan dengan menggunakan kata-kata yang baik dan sebijak mungkin sehingga peserta didik paham atas kesalahannya dan tidak melakukan kesalahn yang sama.
2. mempergunakan instink untuk mendidik anak-anak dengan cara:
a. anak-anak suka dipuji dan disanjung untuk memenuhi keinginan instink berkuasa dan ia takut celaan dan cercaan. Maka oleh karena itu kalau anak-anak mengerjakan sesuatu yang baik hendaklan dipuji dan menggemarkan dia melawan hawa nafsu dan menjauhkan diri dari ketamakan, baik yang dalam makanan minuman maupun dalam segala kelezatan pada umumnya, dan menimbulkan kesukaan pada dirinya untuk mengutamakan orang lai atas dirinyasendiri, serta ia dicela kalau menginginkan makanan dan pakaian megah.
b. Mempergunakan instink meniru. Sesuai dengan hai ini para pendidik islam haruslah orang-orang yang memiliki sifat-sifat yang utama dan berakhlak karena anak-anak akan menuruti jejak gurunya, apa yang dianggap jelek oleh guru, maka jeleklah dalam pandangan anak-anak, sebaliknya apa yang dianggap baik oleh guru, maka baiklah dalam pandangan anak-anak.
c. Memperhatikan instink bermasyarakat. Anak-anak disuruh belajar di tempat-tempat yang sudah ada anak-anak yang lain sesuai dengan instink utuk bermasyarakat yang terdapat dalam dirinya. Apabila instink bermasyarakat ini telah dipenuhi , akan memberi efek dalam segi-segi lain dari kehidupannya, seperti ia akan merasa bangga dengan anak-anak lain yang telah dikenalnya, dan akan membangkitkan semangat apabila ia melihat kemajuan yang telah dicapai oleh kawan-kawannya, sehingga iapun mau bekerja untuk mencapai cita-citanya.
d. Mementingkan pembentukan adapt kebiasaan dan keinginan-keinginan semenjak kecil, seperti membiasakan anak-anak bangun cepat diwaktu pagi, berjalan, bergerak, gerak badan dan naik kuda dan membiasakan tidak membuka anggota badan dan tidak menurunkan tangan, tidak cepat berjalan, tidak memanjangkan rambut, tidak memakai pakaian wanita, tidak meludah dalam majlis, tidak membuang ingus atau menguap didepan orang lain, tidak meletakkan kaki atas kaki yang lain,tidak berbohong, tidak bersumpah baik benar atau bohong dan membiasakan patuh kepada ibu-bapak dan guru-guru.
Sedangkan menurut M.Athiyah Al Abrasyi yang dikutip oleh Dra. Hj. Nur Uhbiyati (Ilmu Pendidikan Islam.2005.155-156), menyatakan metode yang paling tepat untukmenanamkan akhlak kepada anak ada 3 macam yaitu:
a. pendidikan secara langsung, yaitu dengan mempergunakan petunjuk, tuntunan, nasihat, menyebutkan manfaat dan bahaya-bahayanya sesuatu ;dimana pada murid dijelaskan hal-hal yang bermanfaat dan yang tidak,menentukan kepada amal-amal baik, mendorong mereka berbudi pekerti yang tinggi dan menghindari hal-hal tercela. Untuk pendidikan moral ini sering dipergunakan sajak-sajak, syair-syair, oleh karena ia mempunyai gaya musik,ibarat-ibarat yang indah, ritme yang berpengaruh dan kesan yang dalam ditimbulkannya dalam jiwa. Oleh karena itu kita lihat buku-buku islam dalam bidang sastra,sejarah, penuh dengan kata-kata berhikmat, wasiat-wasiat, petunjk-petunjuk berguna. Orang-orang Amerika di Amerika Serikat kini menggunakan cara-cara ini dan di antara kata-kata berhikmat, wasiat-wasiat yang baik dalam bidang pendidikan moral anak-anak, kita sebut sebagai berikut:
 sopan-santun adalah warisan yang terbaik
 budi pekerti yang baik adalah teman sejati
 mencapai kata mufakat adalah pemimpinan yang terbaik
 ijtihad adalah perdagangan yang menguntungkan
 akal adalah harta paling bermanfaat
 tidak ada bencana yang lebih besar dari kejahilan
 tidak ada kawan yang lebih buruk dari mengagungkan diri sendiri
b. pendidikan akhlak secara tidak langsung, yaitu dengan jalan sugesti seperti mendiktekan sajak-sajak yang mengandung hikmat kepada anak-anak memberikan nasihat-nasihat dan berita-berita berharga, mencegah mereka membaca sajak-sajak yang kosong termasuk yang menggugah soal-soal cinta dan pelakon-pelakonnya. Tidaklah mengherankan, karena ahli-ahli pendidik dalam islam yakin akan pengaruh kata-kata berhikmat, asihat-nasihat dan kisah-kisah nyata itu dalam pendidikan akhlak anak-anak. Karena kata-kata mutiara itu dapat dianggap sebagai sugesti dari luar. Didalam ilmu jiwa (psikologi) kita buktikan bahwa sajak-sajak itu sangat berpengaruh dalam pendidikan anak-anak, mereka membenarkan apa yang didengarkya dan mempercayai sekali apa yang mereka baca dalam buku-buku pelajarannya. Sajak-sajak, kata-kata berhikmat dan wasiat-wasiat tentang budi pekerti itu sangat berpengaruh terhadap mereka. Juga seorang guru dapat menyugestikan kepada anak-anak beberapa contoh pekerjaan, adil dalam menimbang begitu pula sifat suka terus terang, berani dan ikhlas.
c. Mengambil manfaat daru kecenderungan dan pembawaab anak-anak-anak dalam rangka pendidikan akhlak. Sebagai contoh mereka memiliki kesenangan meniru ucapan-ucapan, perbuatan-perbuatan, gerak-gerik orang-orang yang berhubungan erat dengan mereka. Oleh karena itu maka filosof-filosof islam mengharapkan dari setiap guru supaya mereka itu berhias dengan akhlak yang baik, mulia dan menghindari setiap yang tercela.

3. Aspek Ibadah
Dalam dunia pendidikan aspek ibadah sering disebut dengan aspek psikomotorik. Muhibbin Syah, M.Ed (Psikologi Belajar.2003.54). mendefinisikan kecakapan psikomotor ialah segala amal jasmaniah yang konkret dan mudah diamati baik kuantitasnya maupun kualitasnya, karena sifatnya yang terbuka. Muhibbin Syah, M.Ed. (Psikologi Pendidikan. 2003. 54) berpendapat keberhasilan pengembangan ranah kognitif juga akan berdampak positif terhadap perkembangan ranah psikomotorik Dijelaskan pula oleh Dr. Nana Sudjana (Dasar-Dasar Proses Belajar. 2005.54.), seseorang yang berubah tigkat kognisinya sebenarnya dalam kadar tertentu telah berubah pula perilakunya. Muhaimin berpendapat dalam bukunya (Paradigma Pendidikan islam. 2002. 169), Pembelajaran PAI justru harus dikembangkan kea rah proses internalisasi nilai (afektif) yang dibarengi dengan aspek kognitif sehingga timbul dorongan yang sangat kuat untuk mengamalkan dan mentaati pelajaran dan nilai-nilai dasar agama yang telah terinternalisasikan dalam diri peserta didik (psikomotori). Dari pernyataan tersebut dapat dismpulkan bahwa keberhasilan guru dalam mendidik peserta didik dapat dilihat dari aspek psikomotor yaitu bias atau tidakkah peserta didik itu mengaplikasikan mata pelajaran yang diberikan oleh guru kedalam tingkah laku ehidupan sehari-hari.




























BAB III
PENUTUP
Dari paparan diatas dapat disimpulkan dengan skema:













































Penjelasan:
Untuk mengembangkan fungsi kognitif, diperlukan proses belajar-mengajar. Dalam proses tersebut dapat yang dapat diupayakan pendidik adalah:
1. proses Belajar-mengajar (PMB) memahami, meyakini dan mengaplikasikan isi dan nilai materi pelajaran.
2. Proses Belajar-Mengajar (PMB) memecahkan mesalah dengan mengaplikasikan isi dan nilai meteri pelajaran
Hasil dari proses tersebut dibagi menjadi 3 aspek yaitu, kecakapan kognitif (aqidah), kecakapan psikomotor (ibadah) dan aspek afektif (akhlak). Bila aspek-aspek tersebut terpenuhi akan menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas.
























1 komentar:

  1. Assalamualaikum, ka mau tanya, ini referensi dri buku judul apa? Karya siapa?

    BalasHapus